I'll Make Sure Everything Is Alright

00.26

"Udah kamu telpon cateringnya sayang?" Suara bass terdengar dari hp yang digenggam Ina.
"Udah dong! Pokoknya kamu tenang aja, semuanya udah siap!" Kata Ina kepada pemilik suara di seberang sana yang sebentar lagi akan sah menjadi suaminya.
"Oke, makasih ya, kamu emang yang terbaik!" Kata Bimo yang kini sukses membuat pipi Ina merona.
"Sama-sama, kamu masih di kantor? Udah jam 11 nih, nggak pulang?" Tanya Ina khawatir.
"Iya abis ini pulang, ini masih nungguin Eva."

Eva. Wanita itu lagi. Sepertinya memang keputusan yang salah membiarkan Bimo tetap berhubungan dekat dengan mantan kekasihnya itu. Eva memang bukan wanita jahat, namun Ina dapat melihat kedekatan Eva dengan Bimo bukan tidak ada apa-apanya. Eva jelas masih memiliki perasaan terhadap Bimo, terbukti dari sikapnya yang masih menggantungkan diri pada Bimo. Apa-apa Bimo. 

"Oh gitu... Yaudah cepet pulang, nanti langsung istirahat ya, dah." Jawab Ina sinis, ingin melihat apa Bimo menyadari ada kecemburuan di nada bicaranya.
"Oke sayang, bye." Telepon diputus, sepertinya Bimo gagal menangkap kode dari Ina.
Tes. Setetes cairan bening meluncur membasahi pipi Ina.
"Udah ah, cengeng banget sih!" Ina merutuki dirinya sendiri. 

Akhir-akhir ini Ina menjadi lebih cengeng dari biasanya. Bagaimana tidak? Bimo lebih sering bersama Eva di kantor dibanding ke rumah Ina. Pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan di rumah tiba-tiba menjadi wajib dikerjakan di kantor hanya karena Eva meminta bantuan Bimo di kantor. 
"Sebenernya yang mau nikah gue, apa elu sih Va?" Tanya Ina pada langit-langit kamarnya yang perlahan menjadi gelap karena Ina menutup matanya.

Mungkin rasa itu mulai pudar
Seiring dengan kehadiranku
Mungkin hatimu tak lagi bergetar
Saat bertemu pandang denganku

***

"Sayang, hari ini jadi kan nemenin aku fitting?" Kata Ina kepada Bimo yang sedang bekerja di kantor.
"Iya jadi dong, aku pulang cepet kok hari ini. Mungkin jam 2 siang aku udah cabut dari kantor. Kamu di rumah? Mau aku jemput atau gimana nih?"
Biasanya yang keluar dari mulut Bimo adalah "Aku jemput ya nanti." Sebuah pernyataan, bukan pertanyaan.
"Aku berangkat sendiri aja deh." Jawab Ina yang matanya mulai berkaca-kaca.
"Oh oke kalo gitu, yaudah bye."
Dingin. Hanya itu yang dirasakan Ina dari Bimo. Di saat semuanya telah dipersiapkan, mengapa justru ini yang ia dapatkan? Entahlah, ia juga tidak tahu.

Mungkin hatimu telah berubah
Seperti es batu yang keras dan dingin
Mungkin aku harus menyerah
Walau sulit dan rasanya tak ingin

***

"Sayang kamu dimana? Aku udah di butik nih."
"Iya, udah di jalan kok. Sekitar 5 menit lagi nyampe."
"Bim, AC-nya aku kecilin ya?" Terdengar suara wanita di balik telepon.
"Sayang, itu siapa?"
"Ini aku lagi sama Eva sayang, katanya dia mau belanja di supermarket deket butik, yaudah sekalian aja." 
Bagus. Semuanya lancar sekali. Lancar, sangat lancar.
"Oh... Emang dia nggak bawa mobil sayang?" Tanya Ina dengan hati-hati, berusaha tidak terdengar sinis.
"Nggak sayang, dia tadi naik taksi ke kantor. Nanti pas pulang kita anter gimana?"
"Oh, iya kita anter aja. Oiya, kata orang butiknya bajunya boleh dibawa pulang. Jadi aku bawa baju kita aja ke rumahku, kamu temenin Eva dulu aja ke supermarket. Aku pulang duluan ya, bye!"
"Lho, sayang? Ha.. Halo? Halo sayang?"
"Kenapa Bim? Marah ya si Nyonya besar?"
"Iya nih, gimana dong?"
"Santai aja kali, cewek emang gitu. Kalo lu kejar dia malah makin jadi ntar, selo, biarin aja. Ntar juga tenang sendiri."
"Gitu ya? Ok deh. Tadi cerita sampe mana?"
"Oiya! Itu si Alvin..."

Mungkin kau tak menyadarinya
Saat ukiran di hatimu telah berganti nama
Mungkin akhirnya semua berbeda
Karena sikapmu tak lagi sama

***

Tok tok tok. Ina sudah bisa menebak siapa yang mengetuk pintu kamarnya. 
"Masuk."
"Hai." Suara itu tak ingin didengar oleh Ina.
"Hai, itu bajunya. Coba aja dulu, aku udah. Pas kok. Aku keluar dulu." Tanpa panjang lebar, Ina keluar dari kamar dan menutup pintu. Ina lelah dengan semua ini. Lelah dengan perubahan sikap Bimo. Lelah dengan Eva yang terus menempel pada Bimo. Lelah dengan dirinya sendiri karena tidak bisa menerima keadaan ini. Ina berlari ke kamar kecil. Ia menangis. Menangis sejadi-jadinya. Ina tidak tahu harus berbuat apa. 
"Apa harus aku lepas?" Tanyanya pada diri sendiri. Ya, mungkin ini jalan yang terbaik. Ina akan dengan ikhlas melepaskan lelaki yang mungkin seharusnya memang bukan untuk Ina. Ia menghapus air matanya, memegang knop pintu dan memutarnya. Namun, seketika ia merasakan kepalanya sangat berat. Ina terjatuh. 

Mungkin inilah yang terbaik
Bak angin yang bertiup tak terlalu kencang
Ia mengantarkanmu ke hati yang lain
Membuatmu sedikit lebih tenang

***

3 hari kemudian

"Udah siap semuanya?"
"Udah dong, hehe. Siapa dulu, Eva gitu."
"Dasar kamu ini, makasih ya."
"Sama-sama sweety."
"Va, geli."
"Hahahaha, bercanda sayang."
"Itu lebih geli lagi. Bajunya udah dipake?"
"Udah dong. Pas banget! Lebih bagus dari baju yang kemarin dicoba sama Ina!"
"Wah, pasti cantik banget dong?"
"Iyalah, ceweknya siapa dulu dong, Bimo gitu."
"Apaan sih, haha. Ini udah di lobby, aku tutup dulu."
"Okeeeee!"

Mungkin aku yang tak mengerti
Salahku padamu terlalu banyak
Namun kau tetap memberi arti
Dalam lautan hidupku yang berarak

***

"Saya terima nikahnya Revalina Anjani binti Suryo Hutomo dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"
"Alhamdulillah."

Haru biru menghiasi akad nikah pagi itu. Hari itu, dua insan telah disatukan dalam ikatan suci yang disebut pernikahan. Mereka berdua bahagia, semua orang di dalam ruangan berukuran 7 x 5 meter itu pun turut bersuka cita. Sang pria mencium kening istrinya dengan hangat.

"Maaf ya, selama ini aku banyak salah ke kamu. Maaf. Maaf ya sayang. Aku bodoh nggak bisa ngelihat kalo kamu butuh aku banget. Maaf."
"Nggak apa-apa. Aku juga minta maaf sering bikin kamu bingung, maaf ya."
"Cieee dunia milik berdua, nggak nyadar nih pada ngeliatin?"
"Haha bisa aja lu Va."
"Makasih ya Va udah ngurusin persiapan pernikahanku sama Bimo." Kata Ina kepada Eva.
"Nggak apa-apa Na, gini doang gua mah jagonya hehe. Selamat ya!" Eva memeluk tubuh lemah Ina.
"Oiya, kata dokter besok kamu baru boleh pulang. Aku temenin disini ya nanti malem? Resepsinya kalo kamu udah pulih aja." Kata Bimo, suami Ina.
"Iya Na, gua temenin juga. Tapi cuma bisa sampe sore, biasa, si Alvin ngajak keluar."
"Oiya, undangannya jangan lupa ya, hahaha."
"Apaan sih Bim, masih lama kali. Dia masih kuliah juga, nunggu lulus dulu."
"Makasih ya Va."
"Apaan sih Na makasih mulu, hehe nyantai aja."

Memang aku yang terlalu cemburu
Aku pun telah salah dalam menilaimu
Memang engkaulah untukku
Seperti aku yang juga untukmu

Setelah semua ini terjadi
Akan kupastikan semuanya baik-baik saja
Setelah semua ini terjadi
Akan kupastikan kamulah satu-satunya

-------TAMAT-------

You Might Also Like

0 komentar